Minggu lalu, saya pergi ke Kuala Lumpur untuk
menghadiri RSPO
Roundtable 13th on SustainablePalm Oil. Saya berada di sana sebagai
hadiah dari Lomba
Menulis #beliyangbaik yang diselenggarakan RSPO, WWF Indonesia dan Beliyangbaik.org. Tulisan
saya dapat dilihat di sini.
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah organisasi yang menyatukan berbagai pemangku kepentingan dalam industri minyak sawit, dari petani, produsen, pengecer, manufaktur produk, bank, investor, sampai LSM. Tujuannya mengembangkan dan menerapkan standar global untuk minyak sawit berkelanjutan antara lain dengan tidak membuka tanah gambut menjadi ladang sawit, tidak melakukan deforestasi, dan tidak memakai api untuk berkebun, entah itu membuka lahan atau penanaman ulang.
Sebelum pergi, saya membayangkan ballroom didekorasi pohon sawit berikut fresh fruit bunches alias tandan buah segar (TBS). Tentu saja saya tidak menemukannya, haha. Bergabung dengan saya ada sekitar 800 partisipan dari 50 negara. Acara akbar. Senang melihat ramai orang.
Selama acara, cuaca cerah. Tidak ada asap (haze). Begitu melihat maze,
saya langsung masuk ke dalam. A haze free day for a maze runner!
RT13 mengusung tema Global Vision │Regional
Action: From 2015 to 2020. Agendanya: memprioritaskan penyerapan 100 persen
certified sustainable palm oil (CSPO)
di negara-negara konsumen di tingkat regional. Acara ini juga membahas peran smallholders
yaitu para petani sawit. Data FAO menyebutkan: Indonesia dan Malaysia
menghasilkan 85 persen minyak sawit dunia. Indonesia sebagai penghasil
terbesar, memiliki 10,5 juta hektar perkebunan. Sekitar 40 persen dari angka
tersebut adalah lahan petani sawit.
https://www.instagram.com/p/-P72TdhYWo/?taken-by=theoriginalfin
Ada hal menarik untuk disimak, yaitu adanya pendekatan hukum demi mendapatkan minyak sawit yang berkelanjutan. Pendekatan yuridis yang sesuai dengan nilai-nilai RSPO ini antara lain digagas Sabah (Malaysia), Sumatra Selatan, dan Kabupaten Seruyan (Kalimantan Tengah).
https://www.instagram.com/p/-P72TdhYWo/?taken-by=theoriginalfin
Ada hal menarik untuk disimak, yaitu adanya pendekatan hukum demi mendapatkan minyak sawit yang berkelanjutan. Pendekatan yuridis yang sesuai dengan nilai-nilai RSPO ini antara lain digagas Sabah (Malaysia), Sumatra Selatan, dan Kabupaten Seruyan (Kalimantan Tengah).
Saya suka ruang pamerannya yang menjelaskan praktik-praktik perkebunan sawit
yang berkelanjutan, termasuk contoh produk-produk berlogo ecolabel RSPO.
OK, balik lagi ke konsumen, yaitu kita—pun saya. Minyak sawit, kita tahu, tidak hanya
minyak goreng. Dia ada di nyaris 50 persen produk yang kita gunakan, dari
sabun, sampo, adonan pizza, es krim, roti kemasan, biodiesel, sampai mi instan. Dengan begitu, rasanya agak mustahil memboikot sawit. Akan tetapi,
kita punya pilihan membeli produk-produk berisi sawit berkelanjutan, seperti
yang berlogo RSPO, GreenPalm, Rainforest Alliance, dan Fair Trade. Sebagai
konsumen, saya yakin kita bersedia membayar lebih selama produk-produknya tersedia
luas.
Lalu
bagaimana kalau produknya hanya sedikit atau sulit ditemukan? Kampanye #BeliYangBaik menyarankan kita menghubungi perusahaan atau
peritel (supermarket, misalnya) dan
mendorong mereka memakai CSPO. Lihat saja kemasan, pasti ada hotline-nya.
Akhir kata, menurut pemikiran sederhana saya, sebenarnya perusahaan-perusahaan bisa berinisiatif memperkenalkan produk-produk berisi CSPO tanpa harus menunggu permintaan konsumen.